Pages

11.12.11

MALAM MENYAKITIKU TERLALU DALAM


Malam mendatangi aku, dengan senyumannya yang manja. Melesapkan setiap kepingan penat, panas, dan pasrah ketika malang tiba. Boleh saja aku menangis dalam keheningan malam. Menyambut pagi dengan semangat paksa agar kekasih semangat pula. Untuk (si)apa semua ini? Menyerangku dengan semua Tanya di dada. Menghempaskanku dalam sepinya malam. Aku terjaga. Tanpa tangis. Karna aku tak sanggup menangis. Tanpa senyum. Karna aku tak lagi sanggup tersenyum. Menuliskan setiap cerita yang hanya aku dan kamu yang tahu. Membiarkan setiap cerita menangis untukku. Haruskah aku hentikan semua kekonyolan ini. Agar tidak ada lagi cerita yang menangis? Malam yang dingin. Tubuhku biru beku. Biru suram. Biru runyam. Aku membiarkan malam membekukan diriku. Agar otak dan hatiku beku sehingga pagi membiarkannya mencair dan menjadi panas. Haruskah aku mencintai setiap hal yang membekukanku? Sayangnya, ya, aku mencintai malam. Menunggu datangnnya pagi menyelinap perlahan dalam semangat pagi. Mencairkan kebekuan malam. Sampai detik ini. Aku menunggu pagi. Sampai detik ini. Hatiku masih beku. Sampai detik ini. Malam menemaniku. Ketika aku menunggu pagi. Malam membekukanku. Ah! Tidak hanya beku. Bedarah. Kataku melihat noda merah menggenang disekitar hatiku. Darah tak bertuan. Atau. Aku tak sengaja membiarkan malam menyakitiku diam-diam. Aku mengusap kesakitanku. Menekannya. Hingga perih. Malam menyakitiku terlalu dalam.

No comments:

Post a Comment